Saturday

TAWASUL

(i) Rasulullah juga bertawasul
Bertawasul itu ternyata bukanlah semata-mata sebagai ilmu
atau amalan yang dikembangkan oleh orang-orang yang bertariqat
saja,tetapi Rasulullah S..A.W sendiri bertawasul, dan semua
umat Islam bertawasul di dalam solatnya (yakni ketika
bertasyahud).

Kita membaca do’a tasyahud dengan bacaan berikut:
“Ya Allah berikan limpahan selawat dan salam kepada Nabi
Muhammad S.A.W dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah
berikan itu semua kepada Nabi Ibrahim beserta keluarganya”.

Tawasul ini adalah berdasarkan fakta ibadah yang selalu
kita lakukan sehari-harian.Nabi Ibrahim disebut dalam kalimah
tasyahud tersebut yang memiliki jarak waktu ratusan abad
sebelum Nabi kita S.A.W ,masih dijadikan asal usul utama para
para Nabi dan Rasul lainnya. Hal ini adalah kerana dari sulbi
beliau lahirnya generasi para Nabi setelahnya yang sambung
menyambung hingga kepada Nabi Muhammad S.A.W.

Pribadi Nabi Ibrahim a.s itu ternyata memiliki keteladan bagi
orang-orang sesudahnya berkenaan tauhid, yakni teguh dalam
mempertahankan keyakinannya.

Demikian pula tersebut dalam suatu doa Nubuwwahnya Baginda
S.A.W bersabda:

“Ya Allah, sesungguhnya aku bermohon kepada Engkau dengan
haq orang-orang yang bermohon kepada Engkau”.

(ii) Para Nabi terdahulu melakukan tawasul
Ketika anak-anak Nabi Yaakub as merasa bersalah (karena
berusaha mencelakakan Nabi Yusuf as.), mereka semua menghadap
orang tuanya, dan memohon kepada Nabi Yaakub as. “Wahai ayah
kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami,
sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)”.
Nabi Yaakub berkata, “Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada
Tuhanku. Sesungguhnya Dialah Yang Pengampun lagi Penyayang
kepada seluruh hamba-Nya”. Surah Yusuf : 96-98).

Inilah salah satu bukti Tawasul yang dilakukan pada masa dahulu.

(iii) Para sahabat bertawasul
Diriwayatkan oleh Utsman bin Hunaif: ‘Seorang lelaki datang
kepada Rasulullah dan berkata: ‘Mohonkanlah kepada Allah agar
menyembuhkanku’.
Nabi S.AaW bersabda: ‘Jika engkau menghendaki aku akan
mendoakanmu,tapi jika engkau mau bersabar, maka itu lebih
baik bagimu’.

Orang itu berkata: ‘Doakanlah ! Nabi kemudian menyuruhnya
berwuduk dengan lalu solat 2 rakaat, dan beliau berdoa:
“Ya Allah, aku memohon kepada Mu dengan perantara Nabi
Mu Muhammad, Nabi Rahmat. Wahai Muhammad, dengan
perantaraanmu aku memohon kepada Allah agar mengabulkan
hajatku. Ya Allah, terimalah syafa’atnya untukku….’

(iv) Orang-orang Yahudi pernah bertawasul dengan Nabi S.A.W

Allah Ta’ala berfirman:

“Dan setelah datang kepada mereka Al-Quran dari Allah yang
membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya
mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat
kemenangan atas orang-orang kafir,maka setelah datang
kepada mereka apa yang telah mereka ketahui,
mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allahlah atas
orang-orang yang ingkar itu”.Surah Al-Baqarah : 89

Berkata Ibnu Abbas ra.: Orang-orang Yahudi Khaibar pada
masa dahulu memerangi suku Ghathafan, tetapi setiap
bertempur, Yahudi menderita kekalahan.

Merekapun berlindung dan memanjatkan doa:
“Ya Tuhanku, sesungguhnya kami memohon dengan haq
(kebenaran) Nabi yang Ummi, yang dijanjikan kepada kami
akan datang kepada kami di akhir zaman, agar Engkau
menolong kami mengalahkan mereka (musuh kami)”.

Setiap bertempur mereka berdoa seperti ini sehingga akhirnya
berhasil mengalahkan suku Gathafan. Namun setelah Nabi
Muhammad S.A.W diutus kepada mereka, mereka (orang-orang
Yahudi itu) mengingkarinya. Maka turunlah ayat tersebut di
atas yang menyebabkan laknat Allah turun atas mereka
(orang-orang Yahudi)

Dalam riwayat lainnya diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim,
dari Said atau Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa orang-orang
Yahudi Madinah biasa memohon kemenangan terhadap orang-orang
Aus dan Khazraj atas nama kedatangan Rasulullah S.A.W
sebelum kebangkitannya. Maka setelah Allah membangkitkannya
dari golongan Arab, mereka kafir kepadanya dan membantah apa
yang pernah mereka katakan mengenainya.

Maka kata Muadz bin Jabal, Bisyr bin Barra, dan Daud bin
Salamah kepada mereka: “Hai golongan Yahudi, takutlah kamu
kepada Allah dan masuk Islamlah! Bukankah kalian selama ini
meminta kedatangan Muhammad untuk membantu kamu terhadap kami,
yakni sewaktu kami berada dalam kemusyrikan, kamu katakan
bahwa ia akan dibangkitkan bahkan kamu lukiskan sifat-sifatnya!”

Jawab Salam bin Misykum: “Ia tidak membawa ciri-ciri yang kami
kenal,dan dia bukanlah seperti yang kami sebutkan kepadamu dulu”.

(v) Para Ulama yang bertawasul
Banyak para Ulama yang mengamalkan tawasul, di antaranya, yaitu:

1. Syekh Ahmad Khatib Minangkabawi, dalam permulaan kitabnya
yang bernama Nafahat Syarah Waraqat disebutkan:

“Berkata saya Ahmad bin Abdillah al Khatib yang faqir kepada
Allah, Tuhan yang memperkenankan doa, Tuhan yang diharapkan
maaf dan ampunanNya, dengan kebesaran RasulNya yang dikasihi”.

2. Syekh Sayid Bakri Syatha (w. 1310 H), di akhir kitabnya
I’anatut Thalibin menyebutkan:

“Saya tunduk merendah diri kepada Allah dan saya memohon
karuniaNya, bertawasul dengan NabiNya yang mulia, supaya
karangan ini berfaedah sebagaimana faedah yang telah dicapai
oleh asalnya …… “

3. Syekh Nawawi al Bantani, menyebutkan di akhir kitabnya
Tijanud Darari:
“Dan kepada Allah saya bermohon dan dengan NabiNya saya
bertawasul, supaya dijadikanNya kitab ini ikhlas bagi
wajahNya yang mulia”.

Tabarruk

Junjungan besar Nabi Muhammad S.A.W telah meninggalkan
kita namun warisan ilmu dan atsar-atsar Baginda masih
ada sebagai bahan tabarruk umat Islam.

Tabarruk bererti mengambil berkat dengan Baginda dan
atsar-atsar (artifak) peninggalannya.Bertabarruk bererti
mengharapkan sesuatu itu akan menjadi sebab beroleh
pertambahan kebajikan, dan itulah disebut sebagai
“menham,bil berkat”.

Bertabarruk ini adalah sunnah para sahabat r.a yang
diikuti pula oleh tabi’in dan orang-orang soleh.Ia telah
berlaku di zaman Nabi dan Baginda tidak melarangnya.
Tabaruk para sahabat menunjukkan betapa kasihnya mereka
pada Baginda S.A.W.


Dalil dan Pendapat Ulama’ tentang Tabarruk dengan Atsar Nabi

Para Ulama sepakat mengakui kewujudan berkat daripada
atsar-atsar Nabi S.A.W serta keharusan bertabarruk dengannya.

1. Daripada Kabsyah r.a,katanya” Rasulullah S.A.W datang
menziarahiku di rumah, lalu Baginda meminum air dari Qirbah
( bekas air daripada kulit ) dalam keadaan berdiri, kemudian
aku pun memotong mulut Qirbah ( yang ada bekas bibir mulut
Nabi ). HR Tarmidzi

ImamNawawi Rahimullah ketika mengulas ,”Dia memotongnya
bagi memelihara bekas tempat yang disentuh mulut Mulia
Rasulullah S.A.W dan untuk bertabarruk dengannya serta
untuk menjaganya jangan terbuang”

2.Bahawa ibn Umar r.a meletakkan tangannya pada tempat
duduk Rasulullah S.A.W di mimbar,kemudian melekapkan
(menyapu) tangannya itu ke wajahnya

3.Daripada As-Sa’ib bin Yazid r.a katanya,”Aku bersama
Makcik ku pergi menemui Rasulullah S.A.W dan Makcik ku
berkata,”Wahai Rasulullah,anak saudaraku ini sakit”,maka
Baginda pun menyapu kepalaku dan mendoakan keberkatan
untuk ku,kemudian Baginda berwuduk dan aku pun meminum
air wuduknya” Ditakhrij oleh Al Bukhari.

4.Daripada Abdullah,Mawla Asma binti Abu Bakar katanya,
“Aku diutus Asma menemui Abdullah bin Umar dengan membawa
pesan…aku pun kembali kepada Asma.Setelah aku beritahukan
kepada beliau,maka beliau berkata,”Ini jubah Rasulullah
S.A.W,seraya mengeluarkan dan menunjukkan kepadaku
selembar Jubah Diraja Kaisar berwarna hijau yang berkerah
(leher baju)sutera,begitu juga kedua sisinya dijaluri dan
dijahit dengan sutera.Lalu Asma berkata:”Jubah ini dulu
ada pada Aisyah sampai dia meninggal dunia.Setelah dia
meninggal dunia,aku mengambilnya.Dan dulu Nabi S.A.W
sering memakainya.Kami membasuhnya untuk orang sakit agar
dia sembuh kerananaya” HR Muslim

5.Hadis Riwayat Muslim dan At-Tirmizi dalam Kitab
Asy-Syamiil :

“ Diriwayatkan bahawan Nabi S.A.W apabila Baginda
sembahyang Subuh,penduduk Madinah akan datang menemui
Baginda dengan membawa bejana berisi air, dan tidak
sesiapa yang membawa bejana itu melainkan menyelamkan
tangan Yang Mulia Baginda ke dalamnya, dan adakalanya
waktu Subuh itu cuaca sejuk namun Baginda tetap juga
menyelamkan tangan mulia Baginda ke dalamnya dan Baginda
S.A.W tidak akan mengecewakan mereka “.

Bertabarruk dengan atsar-atsar Mulia Nabi S.A.W adalah
salah satu sunnah para sahabat r.a yang diikuti kemudian
oleh tabi’in dan orang-orang soleh.

Ia telah berlaku di zaman Nabi sendiri dan Baginda
tidaklah melarangnya.Ini menunjukkan bertabarruk itu
tidak ditegah oleh syara’,kerana jika ditegah,sudah
tentu Baginda melarangnya.Tabarruk para sahabat adalah
menunjukkan betapa cinta dan kasihnya mereka itu terhadap
Baginda Rasulullah S.A.W.